WAWASAN KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan
merupakan salah satu faktor Yang sangat berperan dalam organisasi, baik
buruknya organisasi seringkali sebagian besar tergantung pada faktor pemimpin.
Berbagai riset juga telah membuktikan bahwa faktor pemimpin memegang peranan
penting dalam pengembangan organisasi.
Penelitian tentang kepemimpinan dimulai sejak abad ke-19 sekitar kurang lebih 60 tahun yang lalu. Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati.
Pemimpin sejati seringkali tidak
diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau
tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah
yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat
(encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah
sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin
konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang
dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa
dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang
didasarkan pada kerendahan hati.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut
di atas maka yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah pemimpin dan
kepemimpinan itu?
2. Bagaimanakah pendekatan studi
kepemimpinan?
- Bagaimana tipe dan ciri kepemimpinan?
- Bagaimanakah Peranan pemimpin
dan kepemimpinan?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun Tujuan Penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian atau batasan
kepemimpinan.
2. Pendeketan studi kepemimpinan
3. Tipe dan ciri kepemimpinan
- Peranan seorang pemimpin.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
pemimpin dan kepemimpinan
Sejak dahulu kala, manusia - jika
berkumpul bersama untuk mencapai tujuan - telah merasakan kebutuhan akan
seorang pemimpin. Efektivitas dari suatu lembaga atau organisasi setelah
dicermati tergantung pada kualitas seorang pemimpin yang muncul di dalam
lembaga tersebut, baik yang sifatnya formal maupun informal.[1]
Dubin (1968) dalam Cyril Poster
memandang kepemimpinan sebagai penggunaan kekuasaan dan pembuatan keputusan,
sedangkan pemimpin adalah seseorang dalam suatu kelompok tertentu yang tugasnya
mengatur dan mengkordinasi kegiatan kelompok tugas yang relevan. Lipham (1964)
membatasi kepemimpinan sebagai pengambilan inisiatif untuk suatu susunan atau prosedur baru dalam mencapai sasaran
atau tujuan organisasi. Sehingga Pondy (1978) menyatakan bahwa efektivitas
seorang pemimpin terletak dalam kemampuannya menjadikan kegiatan bermakna,
bukannya mengubah sikap, tetapi untuk memberikan kepada orang lain gairah
memahami apa yang sedang mereka lakukan.[2]
Bagi Greendfield (1986) dalam Cyril
Poster menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan penuh semangat dimana
seseorang berupaya membangun dunia organisasi bagi orang lain, dan ia
menyarankan bahwa pemimpin akan berusaha melibatkan orang lain kepada
nilai-nilai yang mereka yakini.[3]
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dibedakan antara pemimpin dan
kepemimpinan, dimana pemimpin menunjuk pada subyek/pelaku sedangkan kepemimpinan
menunjukkan pada sifat seseorang.
Lebih jauh Azhar Arsyad, dkk,
membagi pengertian kepemimpinan dalam arti sempit dan kepemimpinan secara luas dalam
posisi manajerial. Kepemimpinan secara sempit adalah orang yang dapat
mempengaruhi orang lain. Sedangkan kepemimpinan secara luas dalam posisi
manajerial adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada
kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya
dalam pencapaian tujuan.[4]
Dari Pengertian diatas dapat ditarik
4 implikasi sebagai unsur kepemimpinan,[5]
yaitu:
1.
Kepemimpinan
menyangkut orang lain-bawahan atau
pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para
anggota kelompok membantu menentukan status/ kedudukan pemimpin dan membuat
proses kepemimpinan dapat berjalan.
2.
Kepemimpinan
menyangkut suatu pembagian kekuasaan
3.
Selain
dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin dapat
juga mempergunakan pengaruh.
4.
Pentingnya
seorang pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang memungkinkan untuk menciptakan
suasana dan situasi organisasi yang kondusif sehingga para bawahan dapat
melakukan tugasnya dengan rasa nyaman.
Dari berbagai defenisi tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah proses dalam mempengaruhi
kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di dalam suatu
situasi tertentu. Sehingga pemimpin harus mampu memberikan pengaruh kepada
orang lain.
B. Pendekatan-pendekatan Studi
Kepemimpinan
Berbagai studi kepemimpinan telah dilakukan
sehingga memunculkan berbagai defenisi tentang kepemimpinan baik kepemimpinan
dipandang sebagai suatu ilmu, kemampuan perilaku seseorang, maupun kepemimpinan
dilihat sebagai suatu proses.
Perbedaan defenisi tersebut karena
dibangun oleh teori yang berbeda, salah satu diantaranya dapat dilihat pada
beberapa teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh Muhaimin dkk. Bahwa
kepemimpinan dapat ditinjau dari aspek sifat, kepemimpinan situasional dan
kepemimpinan transformasional. [6]
Kepemimpinan sifat disarikan dari
Covey (2005) dalam Muhaimin, dkk. bahwa orang-orang yang percaya pada sifat
menyatakan bahwa para pemimpin dianugrahi sifat-sifat yang lebih unggul,
sehingga menyebabkan pemimpin tersebut berbeda dengan orang lainnya. Kondisi
tersebut bertolak belakang dengan yang dikemukakan oleh Hersey & Blachard bahwa
kepemimpinan adalah hasil dari tuntutan-tuntutan situasional. Faktor-faktor
situasional lebih menentukan siapa yang akan muncul sebagai seorang pemimpin
daripada warisan genetik atau sifat yang dimiliki seseorang.[7]
Adapun teori kepemimpinan
transformasional dikemukakan oleh Mintzberg bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
untuk melangkah keluar dari budaya yang ada dan memulai proses perubahan
evolusioner yang lebih adaptif.[8]
Para pengembang teori transformasional
melihat bahwa pemimpin memiliki tugas menyelaraskan, menciptakan, dan
memberdayakan. Para pemimpin melakukan transformasi terhadap organisasi dengan
menyelaraskan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain, menciptakan sebuah
budaya organisasional yang menyuburkan ekspresi gagasan-gagasan secara bebas,
dan memberdayakan orang-orang untuk memberikan kontribusi terhadap organisasi.
Dalam buku Kepemimpinan dan
Motivasi, Wahjosumidjo, membagi pengertian kepemimpinan dalam tiga pendekatan,[9]
yaitu:
1.
Studi
kepemimpinan yang mengidentifikasi berbagai sifat para pemimpin yakni dalam usaha menjawab pertanyaan How one becomes a leader (bagaimana
menjadi seorang pemimpin), pendekatan sifat dalam teori kepemimpinan didasarkan
pada pemikran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat,
parangai atau ciri-ciri yang dimiliki oleh pemimpin itu, baik sifat fisik
maupun psikologis. Pendekatan sifat ini dianut oleh beberapa ahli antara lain
Chester I. Barnard, Ordway Tead, John D. Millet, Ralph Stodgill, Keith Davis,
GR. Terry, Ruslan Abdulgani dan sebagainya.
2.
Kepemimpinan
yang menekankan kepada berbagai perilaku
pemimpin, yaitu untuk memberikan jawaban atas pertanyaan How leaders behave (bagaimana perilaku
seorang pemimpin), Teori kepemimpinan perilaku mulai diselidiki pada awal tahun
limapuluhan, para ahli kepemimpinan mulai mempelajari tingkah laku pemimpin,
tentang apa yang dilakukan oleh pemimpin sehingga dapat lebih dekat hubungannya
dengan proses kepemimpinannya. Para tokoh-tokoh yang memiliki pendapat ini
antara lain adalah Fleishmen, Holphin dan Winner serta Heimphill dan coons.
Berdasarkan penelitian di Univ. Ohio dan Michigan AS, perilaku perbuatan seorang
pemimpin pada dasarnya cenderung ke arah dua hal yaitu konsiderasi dan struktur inisiasi. [10]
3.
Studi
kepemimpinan pendekatan kontingensi,
yaitu suatu studi kepemimpinan yang hakikatnya untuk memenuhi jawaban atas
pertanyaan What makes the leaders effective
(Apa yang membuat seorang pemimpin bisa menjadi efektif).
Teori ini dikembangkan oleh Fiedler,
dimana menurunya ada dua hal yang dijadikan sasaran kepemimpinan yaitu
mengadakan identifikasi faktor-faktor yang sangat penting di dalam situasi dan memperkirakan
gaya atau perilaku kepemimpinan yang paling efektif di dalam situasi tersebut.
Menurut Fiedler di dalam situasi kerja ada tiga macam elemen penting yang akan
menentukan gaya atau perilaku kepemimpinan yang efektif yaitu : hubungan antar
pemimpin dan bawahan, struktur tugas dan kewibawaan kedudukan pemimpin.
Erat kaitannya dengan ketiga macam
studi kepemimpinan tersebut ialah masalah kewibawaan pemimpin. Kewibawaan pada
hakikatnya merupakan sumber lahirnya kekuatan pemimpin untuk mempengaruhi dan
menggerakkan bawahan. Sehingga Menurut pendapat Gary A. Yukl, dalam
Wahjusumidjo bahwa studi kepemimpinan dibagi empat bidang yaitu: trait, behavior, situasional dan power influence approach.[11]
Walaupun pendekatan kepemimpinan berbeda
namun proses memengaruhi dapat menghasilkan tingkatan-tingkatan dalam
kepemimpinan. Kasali (2007), dengan mengutip Maxwell mengemukakan 5 tahap
kepemimpinan yang meliputi : (1) level
1, pemimpin karena hal-hal bersifat legalitas semisal menjadi pemimpin karena surat keputusan (SK)
; (2) level 2, pemimpin yang
memimpin dengan kecintaannya, pemimpin pada level ini pemimpin sudah memimpin
orang bukan pemimpin pekerjaan ; (3) level
3, pemimpin yang lebih berorientasi pada hasil, pada pemimpin level ini
prestasi kerja adalah sangat penting ;
(4) level 4, pada tingkat ini
pemimpin berusaha menumbuhkan pribadi-pribadi dalam organisasi untuk menjadi
pemimpin ; dan (5) level 5, pemimpin
yang memiliki daya tarik yang luar biasa. Pada pemimpin level ini orang-orang
ingin mengikutinya bukan hanya karena apa yang telah diberikan pemimpin secara
personal atau manfaatnya, tetepi juga karena nilai-nilai dan simbol-simbol yang
melekat pada diri orang tersebut.[12]
C. Konsep Pemimpin dan kepemimpinan
Berdasarkan
studi yang telah diadakan, Yuki (1989) dalam Azhar Arsyad memberikan gambaran
dua peranan pokok suatu kepemimpinan[13]
yaitu:
a. Peranan tugas dengan pusat perhatian
yang diarahkan pada identifikasi masalah dan pemecahnnya termasuk alokasi
sumber daya dan monitoring tingkah laku anggota organisasi agar dapat
menjalankan tugas yang dilimpahkan.
b. Peranan sosial dengan fokus pada
manusianya, termasuk hubungan antara pribadi, yang kondusif terhadap usaha
untuk membangun perpaduan kelompok dan pengembangan kualitas kerja para anggotanya.
Lebih
lanjut Conger dan Kanungo (1987) dalam Azhar Arsyad mengemukakan bahwa peranan
seorang pemimpin untuk dapat membawa perubahan dalam suatu kelompok dan
organisasi beserta anggotanya sangat komprehensif yang meliputi:
1. Peranan pembuatan keputusan
Dalam
pembuatan keputusan Vroom dan Jago (1988) menyatakn perilaku seorang pemimpin
atau manajer yang berkaitan dengan gaya pembuatan keputusan ada lima macam
a. Dalam pendekatan otokritas yang
tinggi, seorang pemimpin membuat keputusan sendiri berdasarkan informasi serta
data yang ia peroleh dari sumber-sumber selain bawahannya.
b. Dalam pendekatan yang sedikit
berkurang tingkat otokritasnya seorang pemimpin memperoleh informasi dari
bawahan untuk pembuatan keputusan tetapi bukan untuk pemecahan masalah.
c. Pengambilan keputusan dari gaya
otokratik ke gaya konsultatif, dimana pengambilan keputusan meminta informasi
terhadap bawahan secara individu, tetapi informasi tersebut dapat mempengaruhi
boleh juga tidak berpengaruh.
d. Pengambilan keputusan secara lebih
konsultatif, dimana pimpinan meminta informasi dari bawahansecara berkelompok,
kemudian pimpinan mengambil keputusan sendiri tanpa harus terpengaruh oleh
input yang diberikan oleh kelompok.
e. Pengambilan keputusan secara
partisipatif, dimana pimpinan mengambil keputusan secara bersama-sama dengan
anggotanya dan pimpinan hanya berperan sebagai fasilitator.
Pengambilan
keputusan secara otokratif dapat diterapkan jika telah diketahui bahwa solusi
terhadap permasalahan yang satu lebih baik daripada yang lain, komitmen para
bawahan rendah serta informasi pimpinan cukup tinggi. Sebaliknya pengambilan
keputusan secara partisipatif sapat dilakukan jika komitmen para bawahan cukup
tinggi, pimpinan tidak memiliki informasi memadai, permasalahan tidak
terstruktur dengan baik, kesesuain target dengan tujuan tinggi, konflik
dikalangan bawahan mungkin terjadi serta para bawahan memiliki informasi yang
memadai.
2. Peranan tugas
Adapun
peran tugas seorang pemimpin adalah:
a. Penginisiatif
b. Pencari dan pemburu informasi
c. Pemberi informasi
d. Pemberi klarifikasi dalam suatu
masalah
e. Pengambil kesimpulan
f. Pencari tahu apakah kesimpulan sudah
dapat diambil atau belum.
3. Peranan sosial
Dalam
peran sosial seoran pemimpin memiliki peran sebagai:
a. Pengengah supaya terjadi
keharmonisan
b. Pengalah untuk menang
c. Pendorong serta motivator
d. Pengompromi
e. Pemonitor kata putus untuk dijadikan
suatu norma atau aturan.
4. Peranan karismatik[14]
Menurut
Kanungo dan Mendoca dalam Azhar Arsyad pemimpin kharismatik adalah pemimpin
yang pada dasarnya selalu tertarik untuk mengadakan atau menghasilkan
perubahan-perubahan di dalam suatu
sistem dan transformasi nilai-nilai pada diri dan pengikutnya. [15]
Dalam pengertian tersebut kepemimpinan kharismatik dapat dimiliki oleh setiap
orang jika memenuhi beberapa persyaratan antara lain: kehendak seorang pemimpin
untuk menciptakan perubahan-perubahan, iklim dinamis dan perkembangan pribadi
dari dalam diri para bawahan dan para pengikutnya sehingga dapat mengubah
keadaan mereka, serta memberikan semangat dinamis dengan bersikap sebagai orang
tua pengasuh.[16]
Berdasarkan
peranan kepemimpinan di atas, maka yang diharapkan adalah kepemimpinan kharismatik
yang mampu menanamkan nilai etika kerja, yang tidak mengedapankan “reward and punishment”, “transactional” atau dalam istilah lain “carrot and stick” yang diterjemahkan
secara bebas sebagai perilaku bekerja asal jadi. Dengan sikap kepemimpinan
seperti ini akan melahirkan sikap kepemimpinan “altruistic”[17] yaitu
sikap untuk siap berkorban dan menanggung resiko demi untuk kepentingan orang
lain. Kepemimpinan “altruistic” Sebagaimana
dalam QS Al Hasyr (59) : 9
tûïÏ%©!$#ur râä§qt7s?
u#¤$!$#
z`»yJM}$#ur
`ÏB ö/ÅÏ=ö7s% tbq7Ïtä
ô`tB
ty_$yd öNÍkös9Î) wur tbrßÅgs
Îû öNÏdÍrßß¹
Zpy_%tn !$£JÏiB
(#qè?ré&
crãÏO÷sãur #n?tã öNÍkŦàÿRr&
öqs9ur
tb%x. öNÍkÍ5 ×p|¹$|Áyz
4 `tBur
s-qã £xä© ¾ÏmÅ¡øÿtR
Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd
cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÒÈ
|
Terjemahnya:dan orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin),
mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan
mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang
muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang
beruntung. (9).[18]
D. Tipe dan Ciri kepemimpinan
Berdasarkan
penelitian Robert R. Blake dan Jane S. Mouton membagi 5 tipe kepemimpinan, [19]
yaitu:
1.
Impoverished Leadership, yaitu tipe kepemimpinan yang menunjukkan tidak adanya
keterlibatan kepemimpinan baik kepada bawahan maupun hasil. Ciri-cirinya
adalah:
a.
Pemimpin
menghindarkan segala bentuk tanggung jawab
b.
Perhatian
pemimpin terhadap hubungan kerja atau bawahan maupun terhadap pekerjaan sangat
kurang.
2.
Middle of The Road, yaitu tipe kepemimpinan untuk terpeliharanya tingkat
kepuasan bawahan maupun untuk kepentingan hasil. Cirinya adalah;
a.
Pemimpin
cukup memperhatikan moral dan mempertahankan moral bawahan pada tingkat yang
memuaskan
b.
Hubungan
antara pemimpin dan bawahan dalam suasana kebapakan.
c.
Kelemahannya
adalah tidak memiliki dasar yang baik untuk berinovasi dan berkreasi, dalam
jangka panjang kepemimpinan ini akan ketinggalan zaman.
3.
Country club Leadership, yaitu tipe yang secara keseluruhan menekankan pada kebutuhan
bawahan dan terciptanya suasan kerja yang bebas dari tekanan, cirinya adalah
pemimpin lebih menekankan pada kepentingan bawahan atau hubungan kerja.
Akibatnya hasil kurang diperhatikan sebab mementingkan hubungan kerja atau
kepentingan bawahan.
4.
Task Leadership,
yaitu tipe yang menekankan pada kepentingan hasil dan sedikit untuk keperluan
bawahan. Pemimpin sangat mementingkan tugas atau hasil. Akibatnya bawahan
dianggap tidak penting dan sewaktu-waktu dapat diganti. Pemimpin tipe ini
adalah otoriter, keterampilan, peningkatan
bawahan dianggap tidak perlu.
5.
Team Leadership, yaitu
tipe pemimpin yang sangat menaruh perhatian besar terhadap hasil maupun
hubungan kerja. Sikap pemimpin tersebut akan mendorong timbulnya kebutuhan
bawahan untuk berpikir dan berproduksi. Tercipta adanya hubungan yang matang
satu sama lain, dan yang sangat dirasakan manfaatnya terhadap organisasi. Tipe
kepemimpinan seperti ini sangat memberikan keuntungan besar bai organisasi
sebab sangat dirasakan:
a.
Adanya
peningkatan hasil
b.
Bertambah
baiknya hubungan antara kelompok
c.
Kemanfaatan
kegiatan kelompok lebih efektif
d.
Pertentangan
yang tidak sehat antarbawahan sangat kurang
e.
Meningkatkan
saling pengertian antar individu
f.
Meningkatnya
usaha kreatifitas individu.
Untuk
sampai pada tingkat tipe ideal dari seorang pemimpin, maka diperlukan pemimpin
yang memiliki ciri-ciri yang ideal pula. Kajian mengenai ciri pemimpin
diperoleh melalui penelitian yang membandingkan ciri-ciri fisik dan kejiwaan
pemimpin dan non-pemimpin. Dari hasil analisis sejumlah studi oleh Stogdill (1981)
dalam Cyril Poster menghasilkan sejumlah ciri yang lebih konsisten menandai
pemimpin yang efektif,[20] yaitu:
1.
Rasa
tanggungjawab
2.
Mementingkan
penyelesaian tugas
3.
Energi
4.
Ketegaran
5.
Pengambilan
resiko
6.
Keaslian
7.
Percaya
diri
8.
Kemampuan
mengendalikan stres
9.
Kemampuan
mempengaruhi, dan
10.
Kemampuan
mengkordinasi upaya orang lain dalam pencapaian tujuan.
Esensi yang hampir sama dengan
menggunakan tinjauan yang berbeda dikemukakan oleh Ary Ginanjar Agustian
(2007), dalam Muhaimin dkk, yang menyatakan bahwa kepemimpinan yang unggul
dibagi dalam lima tingkatan kepemimpinan yang saling berurutan,[21]
yaitu:
1.
Pemimpin
yang dicintai
2.
Pemimpin
yang dipercaya
3.
Pemimpin
yang membimbing
4.
Pemimpin
yang berkepribadian
5.
Pemimpin
yang abadi
Untuk
bisa memimpin dengan baik, seorang pemimpin harus mencintai orang-orang yang
dipimpinnya. Di dalam sebuah hadits Nabi Saw menyatakan “Man la yarham la yurham (al-Hadis)”, artinya siapa saja yang tidak
mencintai (tidak mengasihi) orang lain, maka ia tidak akan dicintai
(dikasihsayangi) oleh orang lain.
Seorang
pemimpin untuk dapat memulai memimpin dengan baik adalah dengan memiliki sifat
kasih sayang atau mencintai terhadap yang dipimpinnya. Dengan dimilikinya sifat
ini, maka pemimpin akan menjadikan SDM sebagai aset utama yang paling penting
dan tidak tertandingi oleh aset apapun.
Setalah
mampu memimpin yang memfokuskan pada manusia dengan mengedepankan sifat kasih
sayang dan mencintai. Pemimpin harus memiliki integritas yang tinggi untuk
mencapai visi dan cita-citanya. Dengan integritas yang tinggi tersebut akan
timbul keberanian dalam diri pemimpin untuk menghadapi berbagai rintangan dan
resiko yang menghadangnya. Dengan integritas, keberanian, dan komitmen itulah
pemimpin akan memperoleh kepercayaan.
Dengan
kepercayaan yang diperolehnya tersebut, tidak berarti kemudian pemimpin mengeksploitasi
para pengikutnya dengan sekehendak hatinya, tetapi justeru sebaliknya, pemimpin
harus mampu membimbing pengikutnya untuk dapat menjadi pemimpin yang baik. Pada
tahap inilah pemimpin akan memperoleh loyalitas yang tinggi dari para
pengikutnya. Loyalitas tersebut didapatkan karena adanya pengakuan yang tinggi
sebagai akibat dari proses pembimbingan dari pemimpinnya.
Selanjutnya
untuk menjadi pemimpin besar, ia harus mampu mengetahui dirinya sendiri dan
mengendalikan dirinya sendiri. Dalam kaitan ini sering kali disebut bahwa
pemimpin harus mampu memimpin dirinya sendiri. Pemimpin yang mampu mengetahui
dirinya sendiri dan mengendalikan dirinya sendiri serta mampu menjaga
integritasnya disebut pemimpin yang berkepribadian.
Sedangkan
level terakhir kepemimpinan adalah pemimpin
yang abadi. Pemimpin yang abadi seringkali tidak lagi disebut sebagi
pemimpin tetapi biasa disebut dengan sebutan-sebutan agung, seperti Nabi, Kiai,
Panglima dan lain-lain. Pada level ini pemimpin bekerja dengan lebih
mengedepankan suara hatinya atau fitrah yang dimilikinya. Pemimpin-pemimpin
yang memimpin dengan mendengarkan suara hati tersebut memiliki karakter yang
kuat. Hasil dari kepemimpinan oleh pemimpin dengan karakter yang kuat dan
mengedapankan suara hatinya akan mampu membentuk sebuah peradaban baru yang
akan bertahan sangat lama. Contoh pemimpin seperti ini adalah Nabiullah
Muhammad Saw.
Adapun.
ciri kepemimpinan Rasulullah SAW dijabarkan dalam empat karakter, di mana empat karakter kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun[22], yaitu:
ciri kepemimpinan Rasulullah SAW dijabarkan dalam empat karakter, di mana empat karakter kepemimpinan beliau disegani kawan dan dihormati lawan sekalipun[22], yaitu:
1.
Shiddiq (Jujur). Ini adalah sifat kejujuran yang sangat ditekankan Rasul baik
kepada dirinya maupun pada para sahabat-sahabatnya (Semoga kita juga
meneladaninya).Adalah ciri seorang muslim untuk jujur. Sehingga Islam bukan
saja menjadi sebuah agama namun juga peradaban besar.
2.
Amanah (bisa dipercaya).
Sifat ini ditanamkan khususnya kepada para sahabat yang ditugaskan di semua hal
apa saja untuk bisa berbuat amanah, tidak curang (atau juga korupsi di zaman
sekarang) dalam hal apa saja. Sesuatu yang sekarnag menjadi sangat langka di
negeri muslim sekalipun (miris).
3.
Tabligh (Menyampaikan yang benar). Ini adalah sebuah
sifat Rasul untuk tidak menyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk
kepentingan umat dan agama. Tidak pernah sekalipun beliau menyimpan informasi berharga
hanya untuk dirinya sendiri..
4.
Fathonah (Cerdas). Sifat Pemimpin adalah
cerdas dan mengetahui dengan jelas apa akar permasalahan yang dia hadapi serta
tindakan apa yang harus dia ambbil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi
pada umat.
Dengan
mengenal beberapa sifat tadi, kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa Seorang
Rasulullah yang ummi (tidak bisa membaca) mampu menjadi seorang Nabi,
Rasul, Kepala Keluarga, Ayah, Suami, Imam Shalat, Pimpinan Umat, Pimpinan
Perang menjadi sangat sukses dalam setiap hal yang beliau geluti. Semoga
menjadi landasan bagi kita dan para pemimpin muslim untuk mampu meneladani
apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka sebagai kesimpulan :
1. kepemimpinan adalah proses dalam
mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan di
dalam suatu situasi tertentu. Sehingga pemimpin harus mampu memberikan pengaruh
kepada orang lain.
2. Pemimpin menyangkut subyek/pelaku
sedangkan kepemimpinan cenderung pada sifat.
3. Pendekatan kepemimpinan meliputi,
teori pendekatan sifat, perilaku, transformasi dan kontingensi
4. Peranan pemimpin meliputi peranan
membuat keputusan, peran tugas, peran sosial dan peran kharismatik.
5. Tipe dan ciri Pemimpin terdapat 5
tipe kepemimpinan yaitu: Impoverished
Leadership, Middle of The Road, Country club Leadership, Task Leadership, dan Team Leadership. Adapun ciri-cirinya
meliputi ciri pisik dan psikologis.
B. Saran-saran
Pembahasan
tentang kepemimpinan adalah sesuatu yang sangat luas dan kompleks, akan tetapi
sangat urgen upaya pencapaian suatu tujuan dalam sebuah lembaga, sehingga
diperlukan usaha untuk lebih banyak usaha untuk mengelaborasi materi tersebut
untuk menjadikan calon-calon pemimpin yang berhasil.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad.
Azhar. Pokok-pokok Manajemen: Pengetahuan
Praktis bagi Pimpinan dan Eksekutif, Cet. 2, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2003
------------------,
dkk., Pengantar Manajemen Bagian Pertama,
Makassar: Alauddin Press, tt
Hasbi
al-Shiddiqi. dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara, Penterjemah/ Pentafsir Al-Qur’an, 1971
Mastuhu,
Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta:
INIS, 1994
Muhaimin,
Et. Al. “Manajemen Pendidikan:Aplikasinya
dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah”, Cet. 2, Jakarta:
Kencana, 2010.
Poster.
Cyril, Gerakan Menciptakan Sekolah
Unggul, Cet. I, Jakarta: Lembaga Indonesia Adidaya, 2000
Wahjosumidjo,
Kepemimpinan dan Motivasi, Cet. 3,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987
[1]Azhar Arsyad, Pokok-pokok
Manajemen: Pengetahuan Praktis bagi Pimpinan dan Eksekutif, (Cet. 2,
Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2003), h. 130.
[2] Cyril Poster, Gerakan
Menciptakan Sekolah Unggul, (Cet. I, Jakarta: Lembaga Indonesia Adidaya,
2000), h.156-157
[3] Ibid. h. 157
[4]Azhar Arsyad, dkk, Pengantar
Manajemen Bagian Pertama, (Makassar: Alauddin Press, tt), h. 133
[5] Ibid. h. 133-134
[6] Muhaimin, Et. Al. “Manajemen
Pendidikan:Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah”,
(Cet. 2, Jakarta: Kencana, 2010), h. 29-30
[9] Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan
Motivasi, (cet. 3, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), h. 96, baca pula Prof. Dr.
H. Azhar Arsyad, M.A. Pengantar Manjemen, h. 142-151
[10]Konsiderasi adalah perilaku pemimpin cenderung ke arah
kepentingan bawahan dan struktur Inisiasi
perilaku pemimpin cenderung lebih mementingkan tujau organisasi daripada
bawahan Lebih lengkapnya baca Wahjosumidjo, Kepemimpinan
dan Motivasi, (cet. 3, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), h.
62
[12]Muhaimin et.al. Op.cit.h. 30
[13] Azhar Arsyad, op.cit. h. 131
[14] Gaya kepemimpinan kharismatik
yang menempatkan seseorang pemimpin sangat dihormati dan disegani, bukan hanya
sebagai pemimpin formal, informal tetapi juga memiliki otoritas spritual. Gaya
kepemimpinan kharismatik banyak dijumpai pada lembaga-lembaga pesantren dimana kiai mempunyai otoritas kharismatik.
Baca Mastuhu, Dinamika Pendidikan
Pesantren. Jakarta:INIS, 1994, h. 79-86
[15]Azhar Arsyad, op. Cit. h.
137-139
[16] Ibid.
[17] Ibid. h. 139-143
[18]Hasbi al-Shiddiqi. dkk., Al-Qur’an
dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara, Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, 1971), h. 917
[19]Wahjusumidjo, op.cit., h.
66-68
[20] Cyril Poster, op.cit., h.
159
[21] Muhaimin, dkk., op.cit, h.
33-35
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda