KONSEP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia lahir tanpa memiliki pengetahuan
apa pun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya untuk
menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban. Dengan memfungsikan fitrah itulah
ia belajar dari lingkungan dan masyarakat orang dewasa yang mendirikan
institusi pendidikan. Kondisi awal individu dan proses pendidiknnya tersebut
diisyaratkan oleh Allah di dalam firman-Nya QS Al-Nahl (16: 78), sebagai
berikut:
ª!$#ur
Nä3y_t÷zr&
.`ÏiB
ÈbqäÜç/
öNä3ÏF»yg¨Bé&
w cqßJn=÷ès?
$\«øx©
@yèy_ur
ãNä3s9
yìôJ¡¡9$#
t»|Áö/F{$#ur
noyÏ«øùF{$#ur
öNä3ª=yès9
crãä3ô±s?
ÇÐÑÈ
|
Terjemahnya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun, dan dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”[1]
Masyarakat primitifpun memiliki
kondisi yang serupa dengan individu manusia yang baru lahir. Mereka pada
mulanya tidak berperadaban. Namun melalui proses belajar dengan mengikuti
pola-pola dan norma-norma sosial, menlibatkan diri pada ideologi dan sistem nilai, serta terlibat dalam aktifitas saling menukar pengetahuan dan
pengalaman, mereka kemudian menjadi masyarakat yang berperadaban dan beradab.
Pendidikan merupakan persoalan
penting bagi semua umat. Pendidikan selalu menjadi tumpuan harapan untuk
mengembangkan individu dan masyarakat. Memang pendidikan merupakan alat untuk
memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat, dan membuat generasi mampu berbuat
banyak bagi kepentingan mereka.
Pendidikan mengembangkan peradaban
melalui pengembangan ilmu dan pengetahuan secara terus menerus sejalan dengan
visi dan misi hidup umat. Pendidikan juga memberikan sahamnya bagi pemecahan
berbagai masalah sosial kontemporer dengan melatih generasi muda untuk berfikir
sehat dengan metode ilmiah yang kuat. Pelatihan tersebut dimaksudkan agar
segala aktifitas mereka di dalam masyarakat bersifat orisinal; dalam arti bukan
impor atau tentative, melainkan lahir dari tradisi yang diadaptasi
secara koordinatif dengan berbagai realitas perkembangan zaman. Cara demikian membutuhkan
filsafat pendidikan yang dapat menjamin jati diri dan kepribadian umat.
Filsafat pendidikan yang dapat menjamin tersebut tiada lain harus bersumber
pada ajaran Islam sehingga dibingkai dalam filsafat pendidikan Islam. Dengan
demikian, perubahan sosial akan selalu menuju ke arah yang lebih baik, berbagai
rintangan akan dapat diatasi, serta ketergelinciran dan lompatan yang
menyimpang jauh dijamin tidak akan terjadi.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian tersebut di atas maka penulis memberikan rumusan dalam makalah ini
meliputi:
1. Bagaimana pengertian Filsafat Pendidikan
Islam?
2. Bagaimana
ruang lingkup Filsafat Pendidikan Islam?
3. Bagaimana
perkembangan Filsafat Pendidikan Islam?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep Filsafat Pendidikan
Islam
Hubungan
antara filsafat dan pendidikan ibarat hubungan dua sisi mata uang, yaitu dua
aspek dari hakekat yang satu, sebab pendidikan pada hakikatnya merupakan aplikasi praktis dari filsafat. Pendidikan,
untuk dapat berfungsi dengan baik memerlukan definisi yang tegas tentang
tujuan, nilai dan teorinya. Pendefinisian tersebut adalah tugas utama filsafat.
Filsafat
telah berkembang dari sekedar cinta terhadap pengetahuan atau kebijakasanaan
menjadi berfikir sistematis tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi; dari bersandar pada
mazhab-mazhab eksklusif dan sistem-sistem
yang kaku menjadi bersandar pada mazhab-mazhab inklusif dan sistem-sistem yang elastis. Pendek kata,
filsafat merupakan khazanah umat manusia yang berisi perkembangan kemajuan
manusia menuju kematangannya.
Filsafat
telah dipahami dengan pemahaman yang berbeda-beda. Mula-mula filsafat diartikan
sebagai “kebijaksanaan hidup”, kemudian dipandang sekedar “keheranan” atau
bertanya-tanya. Sementara ada yang mendefinisikan filsafat sebagai “bagian dari
keyakinan”, dan yang lain sebagai “pandangan menyeluruh terhadap segala
sesuatu.” Ada pula yang memandang filsafat sekedar “perubahan fikiran” atau
sekedar “analisis kebahasaan” dan ada yang mengatakan bahwa “filsafat ialah
deskripsi tentang pengalaman”[2]
Dari
rahim filsafat, ilmu lahir. Kemudian setelah metode-metodenya mencapai
kesempurnaan, ilmu (masing-masing sesuai kekhususannya) memisahkan diri dari
induknya. Namun kebutuhan akan filsafat masih ada dan bertambah terus. Sebab,
dengan posisinya sebagai sumber pokok setiap pemahaman teoritis tentang alam,
filsafat merupakan sumber pokok pula bagi penguasaan terhadap lingkungan.
Pendidikan
- kata ini juga diletakkan kepada Islam - telah didefinisikan secara
berbeda-beda oleh berbagai kalangan, yang banyak dipengaruhi oleh pandangan
dunia masing-masing. Namun, pada dasarnya semua pandangan yang berbeda itu
bertemu dalam sebuah kesimpulan awal, bahwa pendidikan merupakan suatu proses
penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan
hidupnya secara lebih efektif dan efisien.[3]
Pendidikan
lebih dari sekedar pengajaran; yang terakhir ini dapat dikatakan sebagai suatu
transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan pembentukan
kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian pengajaran
lebih berorientasi pada pembentukan “tukang-tukang” atau para spesialis yang
terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit, karena itu, perhatian dan
minatnya lebih bersifat teknis.
Perbedaan
pendidikan dengan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap
pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik. Di samping transfer ilmu dan
keahlian. Dengan proses semacam ini suatu bangsa atau Negara dapat mewariskan
nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan keahlian kepada generasi
mudanya, sehingga mereka betul-betul siap menyongsong kehidupan. Ki Hajar
Dewantara, tokoh pendidikan nasional Indonesia menyatakan; Pendidikan pada
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran
(intelek) dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.[4]
Secara
lebih filosofis Muhammad Natsir dalm tulisan “Idiologi Didikan Islam”
menyatakan; “Yang dinamakan pendidikan, ialah suatu pimpinan jasmani dan ruhani
menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”.[5]
Pengertian
pendidikan secara umum yang kemudian dihubungkan dengan Islam – sebagai suatu sistem kelembagaan menimbulkan pengertian-pengertian baru,
yang secara implisit
menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan
dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dalam konotasi istilah “tarbiyah”,
“ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama.[6]
Ketiga istilah ini mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan
masyarakat serta lingkungan yang dalam
hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain.
Dalam
rangka yang lebih rinci, M.Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian bahwa
“Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani
dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Karena itu pendidikan Islam
menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan
menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan
kejahatannya, manis dan pahitnya”.[7]
Sementara
itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu “proses
penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan
nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di
dunia dan memetik hasilnya diakhirat”.[8] Di
sini pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu berdasarkan
ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah Swt. Kepada Nabi Muhammad Saw.
Melalui proses mana individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi
sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai khalifah dimuka bumi, yang dalam
kerangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Tegasnya,
senada dengan apa yang dikemukakan Ahmad D. Marimba, bahwa; “Pendidikan Islam
adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam”.[9]
Semua
pengertian di atas lebih global sifatnya. Secara lebih teknis Endang Saifuddin
Anshari memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai “proses bimbingan
(pimpinan, tuntutan, usulan) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa
(pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan sebagainya) dan raga obyek didik
dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode
tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi
tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.[10]
Jika
dikaji lebih jauh, dibalik semua pengertian pendidikan Islam di atas terkandung
pandangan-pandangan dasar Islam berkenaan dengan manusia dan signifikansi ilmu
pengetahuan. Manusia, menurut Islam, adalah makhluk Allah yang paling mulia dan
unik. Ia terdiri dari jiwa dan raga-yang masing-masing mempunyai kebutuhannya
tersendiri. Manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk rasional, sekaligus
pula mempunyai hawa nafsu kebinatangan. Ia mempunyai organ-organ kognitif
semacam hati (qalb), intelek (aql) dan kemampuan-kemampuan fisik,
intelektual, pandangan kerohanian, pengalaman dan kesadaran. Dengan berbagai
potensi semacam itu, manusia dapat menyempurnakan kemanusiaannya sehingga
menjadi pribadi yang dekat dengan Tuhan. Tetapi sebaliknya ia dapat pula menjadi
makhluk yang paling hina karena dibawa kecenderungan-kecenderungan hawa nafsu
dan kebodohannya.[11]
Berdasarkan
uraian pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat pendidikan
Islam adalah suatu konsep ilmu
yang
bersumber dari Islam yang menjadikan alam, manusia dan kehidupan didasarkan
pada ajaran Islam. Hubungan antara Filsafat dan pendidikan Islam bahwa keduanya
memiliki kesamaan dalam objek dan perbedaan dalam metode. “Objek” pendidikan
adalah manusia seutuhnya, demikian juga bagi filsafat manusia merupakan pusat
segala objeknya.
B. Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam memiliki karakteristik yang membuatnya unik di tengah-tengah pendidikan
yang lain. Baik yang tradisional maupun yang modern, Sebagian karakteristik
tersebut berkaitan dengan filsafat yang melandasinya, sebagian lain dengan
metode serta dengan prosesnya.
Ada
tiga prinsip yang membentuk karakteristik asasi filsafat pendidikan Islam. Tiga
prinsip tersebut menafsirkan
konsep Islam tentang alam, manusia dan kehidupan, yaitu penciptaan yang
bertujuan, kesatuan yang menyeluruh, dan keseimbangan yang kokoh.
1.
Penciptaan yang bertujuan
Dalam
pandangan Islam, pendidikan merupakan proses yang suci untuk mewujudkan tujuan
asasi hidup, yaitu beribadah kepada Allah dengan segala maknanya yang luas.
Dengan demikian pendidikan merupakan bentuk tertinggi ibadah dalam Islam dengan
alam sebagai lapangannya, manusia sebagai pusatnya dan hidup beriman sebagai
tujuannya. Dalam al-Quran Q.S. al-Dzariyat, (51:56) Allah Swt. Berfirman:
$tBur
àMø)n=yz
£`Ågø:$#
}§RM}$#ur
wÎ)
Èbrßç7÷èuÏ9
ÇÎÏÈ
|
Terjemahnya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku”[12]
Ibadah
dalam Islam memiliki konsep yang luas, baik dari segi isi, waktu ataupun
tempat. Dari segi isi pada prinsipnya setiap perbuatan orang mukmin yang
ditujukan untuk mencapai keridaan Allah termasuk dalam pengertian ibadah salah
satunya adalh proses pedidikan merupakan bagian ibadah kepada Allah. Seorang
guru yang mengajarakan kebaikan kepada orang lain adalah ibadah; demikian pula
siswa yang sedang mencari kebenaran adalah ibadah, hal ini sesuai dengan Q.s.
al-Mujadilah (58:11)
âÆìsùöt... ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
|
Terjemahnya:
“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”[13]
Dari
segi waktu, ibadah dengan maknanya yang luas tentu
saja selain ibadah fardhu yang karena sesuatu hikmah telah ditentukan
waktunya-boleh dilakukan di setiap waktu sepanjang hayat. Baik masa kanak-kanak
dan remaja merupakan fase penting dalam pendidikan. Pendidikan Islam menekankan
kontinuitas pembelajaran sepanjang hayat sebagai salah satu bentuk ibadah.
2.
Kesatuan yang menyeluruh
Refleksi
prinsip kesatuan dalam filsafat Islam tampak pada proses pendidikan. Pertama,
prinsip kesatuan perkembangan individu dalam kerangka perkembangan masyarakat
dan dunia. Kedua prinsip kesatuan umat manusia yang merupakan
karakteristik universalitas dalam pendidikan Islam. Menurut prinsip kesatuan
umat manusia, seluruh manusia adalah makhluk Allah, semuanya diciptakan agar
saling mengenal dan saling menolong dalam menjalankan amar ma’ru dan nahi
munkar, menciptakan suasana
kondusif bagi terlaksananya ibadah kepada Allah. Ketiga prinsip kesatuan
pengetahuan yang mencakup berbagai disiplin ilmu dan seni. Dalam kesatuan
pengetahuan yang mencakup berbagai disiplin ilmu dan seni, pendidikan Islam
menghargai dan memandang penting semua pengetahuan yang berguna bagi individu
dan masyarakat tanpa membeda-bedakan antara ilmu keagamaan dan ilmu keduniawian.
Pendidikan Islam menekankan pentingnya setiap individu memiliki ilmu keagamaan
yang cukup untuk melaksanakan ibadah serta ilmu keduniaan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
3.
Keseimbangan yang kokoh.
Pendidikan
Islam memperhatikan keseimbangan antara alam ideal dan alam realitas, serta
antara apa yang harus dilakukan dan apa yang mungkin dipandang sebagai suatu
batas minimal untuk dilakukan sesuai dengan kemampuan individu. Oleh sebab itu,
Islam membuat
garis keseimbangan antara tingkah laku individual dan tingkah laku sosial serta batas minimal yang dikehendaki.
Prinsip
keseimbangan dalam pendidikan Islam telah meletakkan batas dan ukuran bagi
segala sesuatu, sehingga kehidupan tidak kacau. Prinsip yang demikian
diletakkan karena pendidikan Islam adalah pendidikan untuk hidup dengan penuh
keimanan menuju keridaan Allah.
Ruang
lingkup pendidikan Islam tampak pada kriteria pemilihannya, yaitu iman, ilmu,
amal, akhlak dan sosial. Dengan kriteria tersebut pendidikan Islam merupakan
pendidikan keimanan, ilmiah, amaliah, moral dan sosial. Semua kriteria tersebut
terhimpun dalam firman Allah ketika menyifati kerugian manusia yang menyimpang
dari jalan pendidikan Islam, baik manusia sebagai individu, manusia sebagai
generasi mauapun umat manusia secara keseluruhan. Sebagaiamana dalam Q.S.
al-Ashr (103:1-3)
ÎóÇyèø9$#ur
ÇÊÈ ¨bÎ)
z`»|¡SM}$#
Å"s9
Aô£äz
ÇËÈ wÎ)
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
(#öq|¹#uqs?ur
Èd,ysø9$$Î/
(#öq|¹#uqs?ur
Îö9¢Á9$$Î/
ÇÌÈ
|
Terjemahnya:
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat-menasehati
supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran”[14]
Berdasarkan ayat tersebut, jelas bahwa
ruang lingkup pendidikan Islam adalah iman, ilmu, amal, akhlak dan sosial.
1.
Pendidikan Keimanan
Pendidikan
Islam berwatak Rabbani. Watak tersebut menempatkan hubungan antara hamba
dan khalik. Sebagai Isi pertama pendidikan Islam. Dengan hubungan
tersebut, kehidupan individu akan bermakna, perbuatannya akan bertujuan,
dorongannya untuk belajar dan beramal akan tumbuh, akhlaknya menjadi mulia, dan
jiwanya menjadi bersih, sehingga pada
gilirannya ia akan memiliki kompetensi untuk menjadi khalifah di muka bumi.
Dengan
kata lain pendidikan Islam memperhatikan pengembangan keimanan tidak hanya
melalui perkara gaib, fenomena ruhaniah dan peribadatan semata. Kitab alam yang
terbuka dengan segala fenomena alamnya serta berbagai ilmu dan praktik kehidupan dapat memperkokoh
keimanan. Salah satu perintah al-Quran yang menyerukan keimanan melalui
ciptaannya terdapat pada Q.s. Ali Imran (3:190) dan Q.s. Luqman, (31:10) yaitu:
cÎ)
Îû
È,ù=yz
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
É#»n=ÏF÷z$#ur
È@ø©9$#
Í$pk¨]9$#ur
;M»tUy
Í<'rT[{
É=»t6ø9F{$#
ÇÊÒÉÈ
|
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda