Kebijakan Pendidikan Islam Eksistensi Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Berdasarkan tinjauan sosial-kultural, terlihat bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang beragama dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kehidupan
sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai oleh nilai-nilai
agama sehingga kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa
Indoensia.
Sebagai negara yang berdasarkan agama, pendidikan agama (Baca:
Pesantren dan Madrasah) tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan
nasional. Umat beragama serta lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia merupakan
potensi besar dan sebagai modal dasar dalam pembangunan mental spritual bangsa
dan merupakan potensi nasional untuk pembangunan fisik materiil bangsa
Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan
manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu agama tidak boleh dipisahkan dengan
penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia.
Keberhasilan pembangunan harus ditunjang dengan pendidikan dan
pengajaran agama. Dengan pendidikan dan pengajaran agama, warga negara akan
memperoleh pendidikan moral dan budi pekerti yang akan membentuk bangsa
Indonesia menjadi warga negara yang bermoral, bertanggung jawab dan tahu
nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia. Dengan modal jiwa
yang bersih, beriman dan bertakwa serta berbudi luhur, maka pembangunan
Indonesia dapat berjalan dengan sukses dan lancar.
Dalam perjalanan sejarahnya penddidikan agama semakin menempati
posisi penting, hal ini dapat terlihat dari kebijakan pendidikan pemerintah
dari satu era ke era berikutnya semakin menguatkan peran dan fungsi pendidikan
agama dalam pembangunan nasional.
Kebijakan pemerintah tersebut dapat dilihat dari ditetapkannya
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai
hasil revisi UU Sisdiknas No. 02 Tahun 1989. Pemerintah juga telah menetapkan
UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menetapkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, selanjutnya
menetapkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
dan Keagamaan.[1]
Dengan penetapan dan penerapan Undang-undang dan peraturan
tersebut, maka diharapkan output
pendidikan dapat mencapai tujuan pendidikan itu sendiri dan tujuan pembangunan
nasional lebih lanjut.
Salah satu lembaga pendidikan yang turut mengalami perubahan dengan
adanya perubahan kebijakan pemerintah adalah Pondok Pesantren. Dari segi
historisnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia.
Pendidikan agama Islam pada saat itu mulanya berbasis di pesantren sebagai
tempat pembinaan umat.[2]
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis
memberikan rumusan masalah dalam tulisan ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana
eksistensi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia?
2.
Bagaimana
latar belakang lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional?
3.
Bagaimana
posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional?
C.
Tujuan
Penulisan
Yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui eksitensi pondok pesantren sebagai lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia.
2.
Untuk
mengetahui latar belakang lahirnya UU Sistem Pendidikan Nasional, dan
3.
Untuk
mengetahui posisi pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Eksistensi
Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Berbicara tentang pondok pesantren, tidak bisa terlepas dari
sejarah masuknya Islam di Jawa. Salah satu upaya penyebaran agama Islam kepada
masyarakat Jawa adalah melalui jalur pendidikan. Lembaga pendidikan Islam yang
didirikan pada masa awal penyebaran Islam merupakan prototype dari
sistem pendidikan pesantren. Pendidikan Islam pada waktu itu difokuskan pada
ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an, Hadits maupun yang telah
dikupas oleh ulama-ulama salaf seperti yang tertuang dalam kitab-kitab klasik.[3]
Di Jawa pada awal penyebaran Islam murid-murid mendatangi
pusat-pusat keilmuan yang memiliki ulama berpengaruh. Kajian literatur tentang
sejarah Islam di Jawa juga menunjukkan bahwa sistem pendidikan tradisional
adalah berangkat dari pola pengajaran yang sangat sederhana dari sejak semula
timbulnya yakni pola pengajaran sorogan, bandongan atau wetanon,[4]
dalam mengkaji kitab-kitab agama yang ditulis ulama salaf. Pada awalnya
diseluruh pusat pendidikan Islam langgar, mesjid atau rumah sang guru
menggunakan sistem tersebut, dimana murid-murid duduk dilantai, menghadap sang
guru dan belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada malam hari.
Tempat-tempat pendidikan Islam non formal seperti inilah yang menjadi “embrio
terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren.”[5]
Pelembagaan pesantren sebagai pelaksana pendidikan bagi umat Islam diperkirakan
muncul pada abad ke-13 dan mencapai perkembangan yang optimal pada abad ke-18.[6]
Gairah umat Islam mendalami ajaran agamanya terus meningkat
kemudian disusul dengan adanya pelancongan (baca : Rihlah ilmiah)
sebagai lulusan pesantren melanjutkan pendidikan ke beberapa pusat kajian Islam
di Timur Tengah.[7]
Sekaligus mereka menjadi pemrakarsa pendirian-pendirian madrasah-madrasah di
Indonesia.
Pada dasarnya eksistensi dan perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia berasal dari proses interaksi misi Islam dengan tiga kondisi. Pertama
interaksi Islam dengan budaya lokal -pra Islam- telah melahirkan pesantren.
Meskipun pandangan ini masih kontraversial, tetapi pelembagaan pesantren
bagaimanapun tidak bisa dilepaskan dari proses akulturasi Islam dalam konteks
budaya asli (indigenous). Kedua, interaksi misi pendidikan Islam dengan tradisi
timur tengah modern telah melahirkan lembaga madrasah. Dan ketiga
interaksi Islam dengan politik Hindia Belanda telah membuahkan lembaga Sekolah
Islam.[8]
Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia mengembangkan lembaga pendidikan
sekolah sebagai mainstraim sistem pendidikan nasional. Hal ini dilakukan
agaknya karena untuk memudahkan pengelolaan pendidikan yang diwariskan oleh
pemerintahan Hindia Belanda. Dengan demikian, pergumulan antara sistem
pendidikan nasional dengan sistem pendidikan Islam pun terus berlangsung.
Melalui proses yang panjang dan seringkali melibatkan ketegangan politik antara
eksponen yang berbeda pandangan, kecenderungan untuk mensintesikan dua kutub
pendidikan “nasional” dan pendidikan Islam tampaknya semakin terbukti.
Perkembangan ini tercermin pada saat ditetapkannya UU No. 2 Tahun 1989 tentang
Pendidikan Nasional. Selanjutnya UU ini mengalamai penyempurnaan dengan
penetapan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta diikuti
dengan penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, dan penetapan Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007
tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Dengan perkembangan di atas, posisi pendidikan Islam dalam sistem
pendidikan nasional dapat diidentifikasi sedikitnya kedalam tiga pengertian. Pertama,
pendidikan adalah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren,
pengajian dan madrasah diniyah. Kedua, Pendidikan Islam adalah muatan
atau materi pendidikan agama Islam dalam kurikulum pendidikan nasional. Ketiga,
Pendidikan Islam merupakan ciri khas dari lembaga pendidikan sekolah
diselenggarakan oleh Departemen Agama dalam bentuk madrasah dan oleh organisasi
serta yayasan keagamaan Islam dalam bentuk sekolah-sekolah Islam.[9]
Berdasarkan gambaran tersebut
di atas maka dapat disimpulkan bahwa sejak munculnya pondok pesantren terus
mengalami perubahan dan pembaharuan, sehingga menjadi salah satu ciri dari pendidikan
Islam. Pendidikan Islam baik secara kelembagaan maupun dari segi muatan
kurikulumnya yang selanjutnya disintesiskan dengan sistem pendidikan nasional.
B.
Latar
Belakang Lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Sebagaimana diketahui pendidikan yang berkembang menjelang
kemerdekaan dalam bentuk dikotomi, dengan menonjolkan sekolah umum yang
bercorak sekuler dan tersisihnya sekolah-sekolah yang bercorak agama. Dualisme
sistem pendidikan tersebut melahirkan dua perbedaan pandangan politik. Dalam
upaya mewujudkan satu sistem pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan
oleh UUD 1945, maka diadakanlah UU No. 4 Tahun 1950 yang mengatur dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran diwilayah RIS, UU No. 12 Tahun 1954 tentang
pernyataan berlakunya pendidikan nasional dalam NKRI
Dalam perkembangan selanjutnya untuk mengakomodasi amanat UUD 1945
tentang sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia maka ditetapkanlah UU No. 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang dijabarkan dalam penetapan Peraturan Pemerintah
RI Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
C.
Posisi
Pondok Pesantren dalam sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan pondok pesantren sebagai bahagian dari pendidikan
nasional di Indonesia memiliki dasar yang cukup kuat, dasar tersebut
diantaranya dasar social psychologist maupun dasar yuridis Formal[10]
Kedua dasar ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Dasar
Social Psychologist
Semua manusia di dalam hidupnya selalu membutuhkan adanya pegangan
hidup yang disebut agama, yakni adanya perasaan yang mengakui adanya dzat yang
Maha Kuasa, tempat manusia berlindung. Oleh karenanya manusia berusaha untuk
mendekatkan diri pada Tuhan dalam rangka mengabdi kepada-Nya. Dalam hal ini
umat muslim membutuhkan pendidikan agama Islam agar dapat mengarahkan fitrahnya
kepada jalan yang benar, sehingga mereka dapat mengabdi dan beribadah secara
benar pula.
2.
Dasar
Yuridis / Hukum
Pelaksanaan pendidikan pondok pesantren sebagai bahagian dari
pendidikan Islam di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
secara langsung mupun tidak, dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan
pendidikan dilembaga-lembaga formal. Adapun dasar yuridis dalam pelaksanaan
pendidikan tersebut adalah: dasar Ideal yakni falsafah negara yaitu Pancasila,
sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung pengertian bahwa bangsa
Indonesia memiliki kepercayaan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
untuk merealisasikan hal tersebut maka diperlukan pendidikan agama, baik muatan
materi pendidikannya maupun lembaga pendidikan keagamaan itu sendiri termasuk
pondok pesantren. Tanpa pelaksanaan pendidikan agama maka ketakwaan kepada
Tuhan sulit untuk terwujud.
Disamping itu dasar pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia
adalah UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi: Negara berdasar atas ketuhanan
Yang Maha Esa, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.[11]
Oleh karenanya dalam hal ini pendidikan agama adalah hal yang urgent untuk
diselenggarakan dalam rangka melaksanakan ibadah dan kewajiban agama lainnya.
Berbagai peraturan perundang-undangan lainnya mulai dari UU No.
4/1950 jo, No. 12/1954 dan peraturan pelaksanaannya oleh Menteri PP dan
Kebudayaan tentang pelaksanaan pendidikan agama di sekolah rakyat (dasar) Negeri,
di samping berbagai peraturan yang mengatur lembaga-lembaga pendidikan Islam
(Madrasah dan Pondok Pesantren disemua jenjang) melalui SKB tiga menteri tahun
1975
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa Undang-Undang Sistem pendidikan
Nasional No. 2 Tahun 1989, merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan
Islam dalam sistem pendidikan nasional. Beberapa pasal yang dapat dijadikan
dasar sebagai pelaksanaan pendidikan Islam termasuk didalamnya pondok pesantren
adalah:
1.
Pasal
1 ayat 2 dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar
pada kebudayaan bangsa Indonesia berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Tidak
bisa dipungkiri bahwa pondok pesantren merupakan warisan budaya bangsa yang
berakar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pendidikan pondok pesantren
merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional
2.
Pasal
4 diungkapkan tentang tujuan pendidikan nasional, yakni unutk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya yaitu manusia
yang beriman dan bertkawa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesahatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Nilai-nilai dan aspek tujuan pendidikan nasional sepenuhnya adalah
nilai-nilai ajaran Islam yang dapat ditransformasikan dalam pendidikan dipondok
pesantren.
3.
Pasal
11 ayat 1 disebutkan bahwa jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan
sekolah, terdiri atas pendidikan umum, kejuruan, PLB, kedinasan, keagamaan,
akademik dan profesional. Penjelasan pasal 6 tentang pendidikan keagamaan
adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang
bersangkutan
4.
Pasal
39 ayat 2 dinyatakan, isi kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang
pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan Agama dan pendidikan
kewarganegaraan. Sehubungan dengan hal tersebut pendidikan pondok pesantren
merupakan bagian dasar dan inti dari kurikulum nasional, dengan demikian juga
merupakan perpaduan dalam sistem pendidikan nasional.
5.
Pasal
47 ayat dinyatakan bahwa cirikhas suatu pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat tetap diindahkan. Artinya satuan-satuan pendidikan Islam baik yang
berada pada jalur sekolah maupun luar sekolah akan tetap tumbuh dan berkembang
secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional.
Gerakan
reformasi tahun 1998 juga menuntut adanya reformasi dalam bidang pendidikan.
Tuntutan reformasi tersebut dipenuhi oleh DPR bersama Pemerintah untuk
penyempurnaan dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989,
maka ditetapkanlah UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada tanggal 11 Juni 2003.[12]
Adapun posisi pondok
pesantren sebagai pendidikan keagamaan dalam UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional antara lain
ssebagai berikut:
1.
Pasal
1 ayat 1 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2.
Pasal
1 ayat 2 Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3.
Pasal
1 ayat 16 Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan
berbasis agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai
perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat
Pada pasal 1 ayat 1 dan 2 dan 16 diatas sangat jelas bahwa
pendidikan, pendidikan nasional dan pendidikan berbasis masyarakat berakar dan
bersumber pada pengembangan agama yang kesemuanya menjadi tradisi dan kebudayan
dalam pondok pesantren yang merupakan pendidikan berbasis masyarakat.
4.
Pasal
3 Tujuan Pendidikan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan ini dapat tercapai melaui pendidikan kegamaan yang maksimal,
maka pondok pesantren menjadi salah satu lembaga pendidikan yang dapat
mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan yang dimaksud.
5.
Pasal
17 dan 18 tentang pendidikan dasar dan menengah mengatur tentang lembaga
pendidikan termasuk Madrasah dalam setiap jenjang.
Pelaksanaan pendidikan dengan menggunakan jenjang pendidikan dalam
bentuk madrasah banyak pula diselenggarakan oleh pesantren.
6.
Pasal
30, khusus menyangkut pendidikan keagamaan yang terdiri dari 5 ayat dan salah
satu ayatnya yaitu ayat 4 secara eksplisit menyebutkan lembaga pesantren
sebagai bahagian dari pendidikan nasional yaitu: Pendidikan keagamaan berbentuk
pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera dan bentuk lain yang
sejenis.
7.
Pasal
36 tentang kurikulum, dimana dasar penyusunan kurikulum pada ayat 3 pasal 36
poin a) harus memperhatikan peningkatan iman dan takwa serta poin h) agama.
8.
Pasal
37 tentang muatan atau isi kurikulum yang wajib memuat pendidikan agama.
Penjelasan pasal tersebut dalam tambahan lembaran negara RI dinyatakan bahwa
pendidikan agama dimaksudkan untuk membantu peserta didik menjadi manusia yang
beriman, dan betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berkhlak mulia.[13]
Dengan
dinyatakannya pendidikan keagamaan secara umum dan pendidikan pesantren secara
khusus dalam UU sisdiknas tersebut, maka sangat jelas bahwa pendidikan pondok
pesantren adalah sangat urgent serta bahagian integral dari sistem
pendidikan nasional.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1.
Pondok
pesantren adalah merupakan lembaga
pendidikan yang muncul sejak masuknya Islam ke Indonesia sekitar abad ke-13,
mengalami perkembangan yang signifikan pada abad ke-18 dan tetap eksist sampai
sekarang.
2.
Munculnya
Sistem Pendidikan nasional dilatar belakangi oleh adanya dualisme pandangan
pendidikan yang berbeda pasca kemerdekaan, sehingga dianggap penting untuk
membangun sebuah sistem pendidikan nasional untuk mengakomodir perbedaan
pandangan tersebut.
3.
Posisi
pondok pesantren dalam Sistem pendidikan nasional diatur oleh kebijakan pemerintah
baik dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989, UU Sisdiknas No. 20
Tahun 2003 serta melalui peraturan pemerintah.
B.
Saran-saran
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional telah
memainkan peran yang cukup penting dalam kerangka pembangunan nasional,
sehingga bagi umat Islam tidak boleh melupakan jasa-jasa pesantren setidaknya
belajar memahami perjuangan pesantren tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Anwar, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam UU Sisdiknas Cet.
III, Jakarta : Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003
Asrohah,
Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Cet II,
Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001
Azra,
Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII
& XVIII Akar Pembaruan Islam di Indonesia, Cet. 1, Jakarta : Kencana,
2004
Departemen
Agama, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta
: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1992
Haedari,
Amin, dan Hanif, Abdullah, Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas
dan Tantangan Kompleksitas Global, Cet. 1, Jakarta : IRD Pres, 2004
Jajat,
Burhanuddin, Mencetak Muslim Modern:Peta Pendidikan Islam di Indonesia,
edisi 1, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006
Mochtar,
Arfandi, Membedah Diskursus Pendidikan Islam, Ciputat : Kalimah, 2001
Mukhtar,
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, Cet. III, Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 2001
Nata , Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung :
Angkasa, 2003
Rahim,
Husni, Arab Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Cet.I, Jakarta : Logos
Ilmu, 2001
Redaksi
Kawan Pustaka, UUD 1945 & Perubahannya, Cet. 1, Jakarta: Kawan
Pustaka, 2004
Wahid,
Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, Cet I, Yogyakarta
: LKIS, 2001
Zarkasyi,
Abdullah Syukri, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2005
[1] Departemen Agama, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem
Pendidikan Nasional, (Jakarta:Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam, 1992) h. 230-234
[2] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, (Cet
I, Yogyakarta:LKIS, 2001), h.55
[3]Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan
Pesantren, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), h.57
[4] Istilah Sorogan dan badongan atau wetanon,berasal dari bahasa
Jawa dan mempunyai perbedaan dari segi arti. Hal ini dapat dilacak dari kedua
pengertian istilah tersebut yaitu; kata sorogan berarti “sodoran atau
yang disodorkan”, maksudnya suatu sistem belajar secara individual dimana
seorang santri berhadapan seorang guru (privatisasi), terjadi interaksi
aling mengenal diantara keduanya, sedangkan kata bendongan atau wetanon
sering disebut dengan halaqah, dimana dalam pengajian, kitab yang dibaca oleh
kiai hanya satu, sedangkan para santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri
mendengarkan dan menyimak bacaan kiai lihat Amin Haedari, di sadur dari buku
Abdurrahman Mas’ud dalam Dinamika pesantren dan Madrasah, h.5
[5]Abdullah Syukri Zarkasyi, op., cit., h. 58
[6]Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung:Angkasa,
2003), h. 97-98
[7]Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
abad XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam di Indonesia, (Cet. 1, Jakarta :
Kencana, 2004) h. xviii
[8]Abuddin Nata, loc.cit. Lebih jelas dapat pula di baca dalam buku
abdullah Syukri zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren h.
63-64
[9] Husni Rahim, Arab Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Cet.I, Jakarta
: Logos Ilmu, 2001) h. 6
[10]Abuddin Nata, op., cit., h. 61
[11] Redaksi Kawan Pustaka, UUD 1945 & Perubahannya, (Cet. 1,
Jakarta: Kawan Pustaka, 2004), h.31
[12] Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam UU
Sisdiknas (Cet. III, Jakarta : Ditjen kelembagaan Agama Islam Depag, 2003)
h. 1
[13] Ibid.,h.33-87
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda