Rabu, 14 Maret 2012

“TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK” Psikologi Pendidikan


BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
            Manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan pendidikan. Itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Dalam arti inilah Organisasi pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (Unesco) sebagai badan internasional yang bergumul dengan berbagai masalah pendidikan dan kebudayaan mencanangkan konsep, “pendidikan sepanjang hayat” (long life education) yang berlangsung sejak di buaian hingga ke liang lahat.[1]
            Individu manusia lahir tanpa memiliki pengetahuan apapun, tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya untuk menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban. Dengan memfungsikan fitrah itulah ia belajar dari lingkungan dan masyarakat orang dewasa serta institusi pendidikan. Untuk  mewujudkan semua ini tentunya tidak lepas dari berbabagai komponen yang terkait dalam bidang pendidikan, termasuk pengembangan kurikulum.
            Berbicara tentang  pengembangan kurikulum tentu akan diikuti dengan strategi manajemen kurikulumnya yang melibatkan komponen – komponen pendidikan lainnya, baik pendidik dan tenaga kependidikan, pembelajaran, prasarana/sarana. Peserta didik, lingkungan / konteks belajar, kerjasama kemitraan dengan institusi lain, maupun pembiayaan, dan lain-lainnya. Mana yang perlu digarap lebih dahulu ? Bagi pengembang kurikulum, akan mendahulukan kurikulumnya, karena dengan demikian akan jelas kemana arah pengembangan pendidikannya, seperti apa model seperti apa model penciptaan suasana akademiknya, demikian seterusnya.

B. Permasalahan      
            Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis akan mengangkat beberapa permasalahan pokok dalam rumusan masalah yang ingin didiskusikan sekitar pengembangan kurikulum berbasis behavioristik, sebagai berikut :
1.   Bagaimana Peranan Psikologi dalam pembelajaran dan pengajaran?
2.   Apa Peranan teori behavioristi dalam pembelajaran dan pengajaran?
3.   Bagaimana pengembangan teori pembelajaran behavioristik?








BAB II
PEMBAHASAN

A.   Peranan Psikologi dalam pembelajaran dan pengajaran
            Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji perilaku individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku yang dimaksud adalah dalam pengertian yang luas sebagai manifestasi hidup yang meliputi : motorik, kognitif, afektif dan konatif.
            Sebagai suatu ilmu pengetahuan, psikologi menggunakan metode-metode ilmiah untuk mengumpulkan, mengolah menganalisisdan menafsirkan informasi yang berkenaan dengan perilaku individu. [2]
            Beberapa metode yang dipergunakan antara lain eksperimen, observasi, klinis, dan sebagainya. Dengan demikian psikologi mencoba memberikan jawaban secara ilmiah terhadap pertanyaan tentang apa, mengapa dan bagaimana perilaku individu. Hasil kajian yang berupa teori, prinsip atau generalisasi akan digunakan untuk memahami, mengontrol dan meramalkan perilaku individu dalam berbagai aspek kehidupan.
            Dalam pengkajian terhadap perilaku terdapat berbagai jenis pendekatan dalam memberikan penjelasan mengenai apa, mengapa dan bagaimana perilaku individu. Salah satu pendekatan utama yang dilakukan adalah pendekatan behavioristik.
            Sebagai suatu ilmu pengetahuan, psikologi telah banyak dipergunakan dalam berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, perdagangan, kesehatan, hukum, politik kepemimpinan dan sebagainya. Sehubungan dengan itu, kemudian timbul berbagai cabang-cabang psikologi yang mengkaji perilaku dalam situasi yang khusus dan psikologi umum. Salah satu jenis psikologi khusus ialah psikologi pendidikan, yang mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan.
            Tujuan psikologi pendidikan ialah menemukan bebagai fakta, generalisasi, dan teori psikologis yang berkaitan dengan pendidikan untuk digunakan dalam upaya melaksanakan proses pendidikan yang efektif. Pendidikan merupakan upaya dalam mempengaruhi individu agar berkembang menjadi manusia yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pendidikan terjadi proses pengembangan potensi manusiawi dan proses pewarisan kebudayaan.
            Pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan individu manusia yang berperilaku yang disebut dengan perilaku pendidikan. Perilaku pendidikan diwujudkan oleh mereka yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam pendidikan seperti pendidik, peserrta didik, pengelola pendidikan, administrator pendidikan, perencana pendidikan, peneliti pendidikan serta lingkungan pendidikan. Adalah sangat diharapkan agar para pelaku yang terlibat dalam proses dan kegiatan pendidikan dapat menunjukkan perilaku pendidikan yang sesuai, agar pendidikan dapat berlangsung secara efektif sesuai dengan landasan dan tujuan yang ingin dicapai.
            Psikologi pendidikan dalam lingkup khusus banyak memusatkan pada psikologi pembelajaran dan pengajaran. Disini lebih difokuskan pada pengkajian aspek psikologis dalam aktivitas pembelajaran dan pengajaran. Hal ini mengandung makna bahwa psikologi pendidikan mempunyai peranan yang besar dalam proses pembelajaran dan pengajaran.  
B.   Peranan Teori dalam Pembelajaran dan Pengajaran
            Proses  pendidikan dalam skala yang lebih luas, atau layanan pembelajaran sebagai bagian yang lebih sederhana cakupannya, menghendaki dasar pijat yang kuat demi keakuratannya mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan dasar itu, segenap pendidik dan insane yang peduli pendidikan membutuhkan pemahaman beragam teori pendidikan yang berkembang di berbagai negara, sehingga menjadi masukan yang merupakan referensi bagi alternatif layanan pendidikan yang lebih baik.
            Mempelajari teori pembelajaran mempunyai beberapa kepentingan baik dari aspek individu maupun masyarakat.. Dari segi individu, pembelajaran merupakan salah satu upaya individu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehinga memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dan efektif. Dari segi masyarakat, pembelajaran merupakan kunci dalam pemindahan kebudayaan dari satu generasi ke generasi baru. Dengan pembelajaran dimungkinkan adanya penemuan baru dan pengembangan dari hasil generasi lama.
            Pengetahuan tentang pembelajaran dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain, filsafat, adat istiadat dan kebud yaan tradisional, penelitian empirik dan teori-teori pembelajaran.
            Teori merupakan suatu perangkat prinsip-prinsip yang terorganisasi mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan. Karakteristik suatu teori ialah :
a.   memberikan kerangka kerja konseptual untuk suatu informasi, dan dapat dijadikan sebagai dasar penelitian.
b.   memiliki prinsip-prinsip yang dapat diuji.
            Ada empat fungsi umum suatu teori menurut Patrick Supper, yaitu :
1.  teori terdiri atas prinsip-prinsip yang dapat diuji sehingga dapat dijadikan kerangka untuk melaksanakan penelitian
2.  teori memberikan kerangka kerja bagi informasi yang spesifik
3.  menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks menjadi lebih sederhana
4.  menyusun kembali dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.
   Menurut Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt ada tiga keluarga atau rumpun teori belajar, yaitu teori disiplin mental, behaviorisme, dan Cognitive Gestalt Field.
Pertama, Teori Disiplin Mental. Menurut rumpun teori disiplin mental, dari kelahirannya atau secara herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tersebut. Belajar merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tertentu.
Kedua, rumpun atau kelompok teori belajar Behaviorisme yang biasa juga disebut S-R stimulus–respons. Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement, sebagaimana akan dijelaskan di bawah.
Ketiga, Cognitive Gestalt Field, terdiri dari:
1.         Teori belajar pertama dari rumpun ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari psikology Gestalt Field menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar itu merupakan perbuatan yang bertujuan explorative, imajinative dan creative.
2.         Teori belajar Goal Insight berkembang dari psikologi configurationism. Menurut mereka, individu selalu berinteraksi dengan lingkungan. Perbuatan individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan. Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang telah teruji, yang berisi kecakapan menggunakan suatu objek, fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai situasi, pemahaman tingkat tinggi memungkinkan seseorang bertindak inteligen, berwawasan luas, mampu memecahkan berbagai masalah.
3.         Teori belajar cognitive field bersumber pada psikologi lapangan (field psikology), dengan tokoh utamanya Kurt Lewin. Individu selalu beradadalam suatu lapangan psikologis yang oleh Lewin disebut life space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang mendorong pencapaian tujuan dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan individu selalu terarah kepada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu sering dikatakan perbuatan individu adalah purposive. Apabila ia telah berhasil mencapai sesuatu tujuan maka timbul tujuan lain yang ingin dicapai dan berada dalam life space baru. Setiap orang berusaha mencapai tingkat perkembangan dan pemahaman yang terbaik, di dalam lapangan psikologisnya masing-masing. Lapangan psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan dari orang-orang dan lingkungan psikologisnya di dalam suatu situasi. Tingkah laku seseorang pada suatu saat merupakan fungsi dari semua faktor yang ada yang saling bergantung pada yang lain.
C.  Pengembangan Teori Pembelajaran Behavioristik
            Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
            Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Teori belajar behavioristik dengan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Beberapa prinsip penerapan teori belajar ini adalah:
1) belajar itu berdasarkan keseluruhan;
2) anak yang belajar merupakan keseluruhan
3) belajar berkat insight
4) belaja berdasarkan pengalaman.
Teori Gestalt menganggap bahwa keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta
Prinsip anak yang belajar merupakan keseluruhan mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang ada dalam diri anak
.              Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadi manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu.
a.         Teori pembiasaan dapat ditinjau dari sudut pandang al-Qur’an, hadiś, dan para tokoh pendidikan berikut:
Teori pembiasaan berdasarkan al-Qur’an dijelaskan oleh Allah swt. Dalam surah al-Nǔr
(24 : 58) sebagai berikut:
$yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3Rɋø«tGó¡uŠÏ9 tûïÏ%©!$# ôMs3n=tB óOä3ãZ»yJ÷ƒr& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7tƒ zNè=çtø:$# óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ ̍ôfxÿø9$# tûüÏnur tbqãèŸÒs? Nä3t/$u‹ÏO z`ÏiB ÍouŽÎg©à9$# .`ÏBur ω÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!$t±Ïèø9$# 4 ß]»n=rO ;Nºu‘öqtã öNä3©9 4 š[ø‹s9 ö/ä3ø‹n=tæ Ÿwur öNÎgøŠn=tæ 7y$uZã_ £`èdy‰÷èt/ 4 šcqèùº§qsÛ /ä3ø‹n=tæ öNà6àÒ÷èt/ 4’n?tã <Ù÷èt/ 4 y7Ï9ºx‹x. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÅ3ym ÇÎÑÈ  
Terjemahnya : Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki dan orang-orang ayang belum baliq diantara kamu, meminta izin kepadamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu meninggalkan pakaian (luar )mu ditengah hari, dan sesudah sembahyang isya, (itulah) tiga aurat bagi kamu (QS.al-Nǔr [24]: 58).[3]
b.        Sumber hukum yang berasal dari Rasulullah saw.berkenaan dengan teori pembiasaan dapat kita lihat pada hadiś riwayat Abu Dawǔd yang dikutif Hery Noer Aly berikut:
مـروا أولادكـم بـالصـلاة وهـم أبـنـاء سـبـع سـنـيـن واضـبـوهـم عـلـيـهـا وهـم أبـنـاء عـشـر سـنـيـن و فـرقـوا بـيـنـهـم فـى الـمـضـا خـع . ( رواه أبـو داود)
Surulah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (H.R..Abǔ Dawǔd).
c.         Teori pembiasan menurut para pakar
Salah seorang tokoh psikologi yang memberi pengaruh terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan teori pembiasaan adalah, Edward lee Thoorndike yang terkenal dengan teori connectionism (koneksionisme) yaitu belajar terjadi akibat adanya asosiasi antara stimulus dengan respon, stimulus akan memberi kesan pada panca indra, sedangkan respon akan mendorong seseorang untuk bertindak (Wiji Suwarno, 2006: 59).
Berdasarkan pendapat itulah, Thorndike mengadakan eksperimen terhadap seekor kucing, melalui hasil eksperimen inilah dia dapat menyusun tiga hukum, salah satu diantaranya adalah hukum latihan (the low of exercise), selanjutnya hukum ini dibagi dua yaitu hukum penggunaan (the low of use), dan hukum bukan penggunaan (the low of diuse).
Hukum penggunaan maksudnya, apanila latihan dilakukan secara berulang-ulang, maka hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat, sebaliknya hukum bukan penggugnaan adalah apanila latihan dihentikan (tidak digunakan) maka hubungan antara stimulus dan espon akan semakin melemah pula.
Sebagai contoh yang dapat kita lihat pada seorang anak didik yang rajin membaca dan mengulang-ulang pelajarannya, pada saat ulangan ia dapat menjawab soal-soal dengan benar, sebaliknya seorang anak yang malas belajar maka ketika ulangan ia sulit menjawab soal-soal.













BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.   Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji perilaku individu dalam  interaksi dengan lingkungannya. Perilaku yang dimaksud adalah dalam pengertian yang luas sebagai manifestasi hidup yang meliputi : motorik, kognitif, afektif dan konatif.
2.   Dalam pengkajian terhadap perilaku terdapat berbagai jenis pendekatan dalam memberikan penjelasan mengenai apa, mengapa dan bagaimana perilaku individu. Salah satu pendekatan utama yang dilakukan adalah pendekatan behavioristik.
3.   Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
4.   Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku
B. Saran-saran
            Berdasarkan pembahasan makalah ini maka perlu diadakan kajian lebih lanjut tentang teori belajar behavioristik serta dapat menghubungkannya dengan pendidikan dalam Islam.


DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahnya, Jumanatul Ali-Art, Bandung, 2005
Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally]
Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and Company
Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
M.Sukardjo, Ukim Komaruddin, “Landasan Pendidikan Islam”, (Cet.III;Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010)

Santrock, John W, Psikologi Pendidikan Cet. III, Jakarta: Kencana, 2010

Surya, Muhammad, H, “Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran”, (Cet.III;Jakarta:Mahaputra Adidaya, 2003)

Sukardjo, M dan Ukim Komaruddin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,Jakarta:Rajawali Pers, 2010

Syah Muhibbin, Psikologi Belajar Cet III, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2001


























Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
  • Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
  • Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
  • Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
  1. ^ [Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally]
  • Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
  • Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
  • Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
  • Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and Company
TEORI BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN

A. Pendahuluan

Mutu pendidikan selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak. Mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu pembelajaran. Sebenarnya banyak teori yang telah terbukti secara empiris dapat meningkatkan mutu pembelajaran. Salah satu di antaranya adalah teori behavioristik. Teori ini masih relevan dengan pembelajaran berbasis kompetensi. Pemahaman guru terhadap teori pembelajaran masih beragam sebahagian besar guru mengajar tidak berlandaskan teori belajar tertentu. Mereka mengajar yang penting tujuan tercapai dan pembelajaran dapat dinyatakan tuntas.
Berdasarkan hal tersebut, maka sangat tepat jika teori behavioristik dikenalkan kembali sehingga guru dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran. Permasalahannya adalah bagaimana konsep teori behavioristik dan aplikasinya dalam pembelajaran? Kata kunci: behavioristik dan aplikasinya.


B. Teori Behavisistik

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
Teori behavioristik didukung oleh Thorndike, Watson, Edwin Guthrie, Clark Hull dan Skinner.

Menurut Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu ineraksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.

Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Teori Conditioning Edwin Guthrie dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner. Dalam teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.

Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya. Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.

C. Aplikasi dalam Pembelajaran
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.

Teori belajar behavioristik dengan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Beberapa prinsip penerapan teori belajar ini adalah: (1) belajar itu berdasarkan keseluruhan; (2) anak yang belajar merupakan keseluruhan; (3) belajar berkat insight (4) belajar berkat insight; dan(5) belajar berdasarkan pengalaman.

Teori Gestalt menganggap bahwa keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta.
Prinsip anak yang belajar merupakan keseluruhan mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang ada dalam diri anak.

Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadi manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu.


C. Kesimpulan

Belajar menurut teori behavioristik merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Prinsip penerapan teori belajar ini adalah: (1) belajar itu berdasarkan keseluruhan; (2) Anak yang belajar merupakan keseluruhan; (3) Belajar berkat insight (4) Belajar berkat insight; dan (5) Belajar berdasarkan pengalaman.


Daftar Pustaka
Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Budiningshi, Asri.2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kelemahan Teori Behavioristik
a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar


Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.



[1] M.Sukardjo, Ukim Komaruddin, “Landasan Pendidikan Islam”, (Cet.III;Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010) Hal.3
[2] Surya,Muhammad,H, “Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran”, (Cet.III;Jakarta:Mahaputra Adidaya, 2003) Hal.2
[3] Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahnya, Jumanatul Ali-Art, Bandung, 2005, h.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda