“TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK” Psikologi Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens
dengan pendidikan. Itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai makhluk yang
dididik dan makhluk yang mendidik. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang
senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang
lain maupun terhadap dirinya sendiri. Dalam arti inilah Organisasi pendidikan,
Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (Unesco) sebagai badan internasional yang
bergumul dengan berbagai masalah pendidikan dan kebudayaan mencanangkan konsep,
“pendidikan sepanjang hayat” (long life education) yang berlangsung sejak di
buaian hingga ke liang lahat.[1]
Individu
manusia lahir tanpa memiliki pengetahuan apapun, tetapi ia telah dilengkapi dengan
fitrah yang memungkinkannya untuk menguasai berbagai pengetahuan dan peradaban.
Dengan memfungsikan fitrah itulah ia belajar dari lingkungan dan masyarakat
orang dewasa serta institusi pendidikan. Untuk
mewujudkan semua ini tentunya tidak lepas dari berbabagai komponen yang
terkait dalam bidang pendidikan, termasuk pengembangan kurikulum.
Berbicara
tentang pengembangan kurikulum tentu
akan diikuti dengan strategi manajemen kurikulumnya yang melibatkan komponen –
komponen pendidikan lainnya, baik pendidik dan tenaga kependidikan,
pembelajaran, prasarana/sarana. Peserta didik, lingkungan / konteks belajar, kerjasama
kemitraan dengan institusi lain, maupun pembiayaan, dan lain-lainnya. Mana yang
perlu digarap lebih dahulu ? Bagi pengembang kurikulum, akan mendahulukan
kurikulumnya, karena dengan demikian akan jelas kemana arah pengembangan
pendidikannya, seperti apa model seperti apa model penciptaan suasana
akademiknya, demikian seterusnya.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis akan mengangkat beberapa
permasalahan pokok dalam rumusan masalah yang ingin didiskusikan sekitar
pengembangan kurikulum berbasis behavioristik, sebagai berikut :
1. Bagaimana Peranan Psikologi dalam
pembelajaran dan pengajaran?
2. Apa Peranan teori behavioristi
dalam
pembelajaran dan pengajaran?
3. Bagaimana pengembangan teori pembelajaran
behavioristik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Psikologi dalam pembelajaran dan
pengajaran
Psikologi adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mengkaji perilaku individu dalam interaksi dengan
lingkungannya. Perilaku yang dimaksud adalah dalam pengertian yang luas sebagai
manifestasi hidup yang meliputi : motorik, kognitif, afektif dan konatif.
Sebagai
suatu ilmu pengetahuan, psikologi menggunakan metode-metode ilmiah untuk
mengumpulkan, mengolah menganalisisdan menafsirkan informasi yang berkenaan
dengan perilaku individu. [2]
Beberapa metode yang dipergunakan
antara lain eksperimen, observasi, klinis, dan sebagainya. Dengan demikian
psikologi mencoba memberikan jawaban secara ilmiah terhadap pertanyaan tentang
apa, mengapa dan bagaimana perilaku individu. Hasil kajian yang berupa teori,
prinsip atau generalisasi akan digunakan untuk memahami, mengontrol dan
meramalkan perilaku individu dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam pengkajian terhadap perilaku terdapat
berbagai jenis pendekatan dalam memberikan penjelasan mengenai apa, mengapa dan
bagaimana perilaku individu. Salah satu pendekatan utama yang dilakukan adalah
pendekatan behavioristik.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan,
psikologi telah banyak dipergunakan dalam berbagai bidang kehidupan seperti
pendidikan, ekonomi, perdagangan, kesehatan, hukum, politik kepemimpinan dan
sebagainya. Sehubungan dengan itu, kemudian timbul berbagai cabang-cabang
psikologi yang mengkaji perilaku dalam situasi yang khusus dan psikologi umum.
Salah satu jenis psikologi khusus ialah psikologi pendidikan, yang mengkaji
perilaku individu dalam situasi pendidikan.
Tujuan psikologi pendidikan ialah
menemukan bebagai fakta, generalisasi, dan teori psikologis yang berkaitan
dengan pendidikan untuk digunakan dalam upaya melaksanakan proses pendidikan
yang efektif. Pendidikan merupakan upaya dalam mempengaruhi individu agar
berkembang menjadi manusia yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam
pendidikan terjadi proses pengembangan potensi manusiawi dan proses pewarisan
kebudayaan.
Pendidikan merupakan kegiatan yang
melibatkan individu manusia yang berperilaku yang disebut dengan perilaku
pendidikan. Perilaku pendidikan diwujudkan oleh mereka yang secara langsung
ataupun tidak langsung terlibat dalam pendidikan seperti pendidik, peserrta
didik, pengelola pendidikan, administrator pendidikan, perencana pendidikan,
peneliti pendidikan serta lingkungan pendidikan. Adalah sangat diharapkan agar
para pelaku yang terlibat dalam proses dan kegiatan pendidikan dapat
menunjukkan perilaku pendidikan yang sesuai, agar pendidikan dapat berlangsung
secara efektif sesuai dengan landasan dan tujuan yang ingin dicapai.
Psikologi pendidikan dalam lingkup
khusus banyak memusatkan pada psikologi pembelajaran dan pengajaran. Disini
lebih difokuskan pada pengkajian aspek psikologis dalam aktivitas pembelajaran
dan pengajaran. Hal ini mengandung makna bahwa psikologi pendidikan mempunyai
peranan yang besar dalam proses pembelajaran dan pengajaran.
B. Peranan Teori dalam Pembelajaran dan
Pengajaran
Proses pendidikan dalam skala yang lebih luas,
atau layanan pembelajaran sebagai bagian yang lebih sederhana cakupannya,
menghendaki dasar pijat yang kuat demi keakuratannya mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dengan dasar itu, segenap pendidik dan insane yang peduli
pendidikan membutuhkan pemahaman beragam teori pendidikan yang berkembang di
berbagai negara, sehingga menjadi masukan yang merupakan referensi bagi
alternatif layanan pendidikan yang lebih baik.
Mempelajari teori pembelajaran
mempunyai beberapa kepentingan baik dari aspek individu maupun masyarakat..
Dari segi individu, pembelajaran merupakan salah satu upaya individu untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehinga memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dan
efektif. Dari segi masyarakat, pembelajaran merupakan kunci dalam pemindahan
kebudayaan dari satu generasi ke generasi baru. Dengan pembelajaran dimungkinkan
adanya penemuan baru dan pengembangan dari hasil generasi lama.
Pengetahuan tentang pembelajaran
dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain, filsafat, adat istiadat dan
kebud yaan tradisional, penelitian empirik dan teori-teori pembelajaran.
Teori merupakan suatu perangkat
prinsip-prinsip yang terorganisasi mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam
lingkungan. Karakteristik suatu teori ialah :
a.
memberikan kerangka kerja konseptual untuk suatu informasi, dan dapat
dijadikan sebagai dasar penelitian.
b. memiliki prinsip-prinsip yang dapat diuji.
Ada
empat fungsi umum suatu teori menurut Patrick Supper, yaitu :
1. teori
terdiri atas prinsip-prinsip yang dapat diuji sehingga dapat dijadikan kerangka
untuk melaksanakan penelitian
2. teori memberikan kerangka kerja bagi informasi
yang spesifik
3. menjadikan hal-hal yang bersifat kompleks
menjadi lebih sederhana
4. menyusun kembali dari pengalaman-pengalaman
sebelumnya.
Menurut
Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt ada tiga keluarga atau rumpun teori
belajar, yaitu teori disiplin mental, behaviorisme, dan Cognitive Gestalt
Field.
Pertama, Teori
Disiplin Mental. Menurut rumpun teori disiplin mental, dari kelahirannya atau
secara herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tersebut. Belajar
merupakan upaya untuk mengembangkan potensi-potensi tertentu.
Kedua, rumpun
atau kelompok teori belajar Behaviorisme yang biasa juga disebut S-R
stimulus–respons. Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-R Bond,
Conditioning, dan Reinforcement, sebagaimana akan dijelaskan di bawah.
Ketiga,
Cognitive Gestalt Field, terdiri dari:
1.
Teori belajar pertama dari rumpun ini adalah
teori insight. Aliran ini bersumber dari psikology Gestalt Field menurut mereka
belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah
pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam
menggunakan unsur-unsur yang ada dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya
sendiri. Gestalt Field melihat bahwa belajar itu merupakan perbuatan yang
bertujuan explorative, imajinative dan creative.
2.
Teori belajar Goal Insight berkembang dari
psikologi configurationism. Menurut mereka, individu selalu berinteraksi dengan
lingkungan. Perbuatan individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan
hubungan dengan lingkungan. Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan
pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi (tingkat tinggi) adalah
pemahaman yang telah teruji, yang berisi kecakapan menggunakan suatu objek,
fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai situasi, pemahaman tingkat tinggi
memungkinkan seseorang bertindak inteligen, berwawasan luas, mampu memecahkan
berbagai masalah.
3.
Teori belajar cognitive field bersumber pada
psikologi lapangan (field psikology), dengan tokoh utamanya Kurt Lewin.
Individu selalu beradadalam suatu lapangan psikologis yang oleh Lewin disebut life
space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang
mendorong pencapaian tujuan dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi.
Perbuatan individu selalu terarah kepada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena
itu sering dikatakan perbuatan individu adalah purposive. Apabila ia telah
berhasil mencapai sesuatu tujuan maka timbul tujuan lain yang ingin dicapai dan
berada dalam life space baru. Setiap orang berusaha mencapai tingkat
perkembangan dan pemahaman yang terbaik, di dalam lapangan psikologisnya
masing-masing. Lapangan psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan dari
orang-orang dan lingkungan psikologisnya di dalam suatu situasi. Tingkah laku
seseorang pada suatu saat merupakan fungsi dari semua faktor yang ada yang saling
bergantung pada yang lain.
C. Pengembangan Teori Pembelajaran Behavioristik
Teori
belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan
belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab
belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik
terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan
tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami
siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru
sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input
yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa
yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan
karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat.
Teori
belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek
pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar
sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment
menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap
telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus
dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak
dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu
apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Teori belajar behavioristik dengan pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan
pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah
terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan
negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam
teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi
singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Beberapa
prinsip penerapan teori belajar ini adalah:
1) belajar itu berdasarkan keseluruhan;
2) anak yang belajar merupakan keseluruhan
3) belajar berkat insight
4) belaja berdasarkan pengalaman.
Teori Gestalt menganggap bahwa keseluruhan itu
lebih memiliki makna dari bagian-bagian.
Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Makna dari prinsip
ini adalah bahwa pembelajaran itu bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan
tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat
mempelajari fakta
Prinsip anak yang belajar
merupakan keseluruhan mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu
bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan
pribadi anak seutuhnya. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori
anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan
potensi yang ada dalam diri anak
. Telah
dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di
dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadi
manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar
bukanlah menghafal fakta. Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti
dan makna kehidupan setiap perilaku individu.
a.
Teori pembiasaan dapat
ditinjau dari sudut pandang al-Qur’an, hadiś, dan para tokoh pendidikan
berikut:
Teori pembiasaan berdasarkan al-Qur’an dijelaskan oleh Allah swt. Dalam surah al-Nǔr (24 : 58) sebagai berikut:
Teori pembiasaan berdasarkan al-Qur’an dijelaskan oleh Allah swt. Dalam surah al-Nǔr (24 : 58) sebagai berikut:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3RÉø«tGó¡uÏ9 tûïÏ%©!$# ôMs3n=tB óOä3ãZ»yJ÷r& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7t zNè=çtø:$# óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ Ìôfxÿø9$# tûüÏnur tbqãèÒs? Nä3t/$uÏO z`ÏiB ÍouÎg©à9$# .`ÏBur Ï÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!$t±Ïèø9$# 4 ß]»n=rO ;Nºuöqtã öNä3©9 4 [øs9 ö/ä3øn=tæ wur öNÎgøn=tæ 7y$uZã_ £`èdy÷èt/ 4 cqèùº§qsÛ /ä3øn=tæ öNà6àÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ3ym ÇÎÑÈ
Terjemahnya : Hai orang-orang yang beriman, hendaklah
budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki dan orang-orang ayang belum
baliq diantara kamu, meminta izin kepadamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu:
sebelum sembahyang subuh, ketika kamu meninggalkan pakaian (luar )mu ditengah
hari, dan sesudah sembahyang isya, (itulah) tiga aurat bagi kamu (QS.al-Nǔr
[24]: 58).[3]
b.
Sumber hukum yang berasal dari Rasulullah
saw.berkenaan dengan teori pembiasaan dapat kita lihat pada hadiś riwayat Abu
Dawǔd yang dikutif Hery Noer Aly berikut:
مـروا
أولادكـم بـالصـلاة وهـم أبـنـاء سـبـع سـنـيـن واضـبـوهـم عـلـيـهـا وهـم أبـنـاء
عـشـر سـنـيـن و فـرقـوا بـيـنـهـم فـى الـمـضـا خـع . ( رواه أبـو داود)
Surulah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika
mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika
mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (H.R..Abǔ
Dawǔd).
c.
Teori pembiasan menurut para pakar
Salah
seorang tokoh psikologi yang memberi pengaruh terhadap proses pembelajaran
dengan menggunakan teori pembiasaan adalah, Edward lee Thoorndike yang terkenal
dengan teori connectionism (koneksionisme) yaitu belajar terjadi akibat adanya
asosiasi antara stimulus dengan respon, stimulus akan memberi kesan pada panca
indra, sedangkan respon akan mendorong seseorang untuk bertindak (Wiji Suwarno,
2006: 59).
Berdasarkan
pendapat itulah, Thorndike mengadakan eksperimen terhadap seekor kucing,
melalui hasil eksperimen inilah dia dapat menyusun tiga hukum, salah satu
diantaranya adalah hukum latihan (the low of exercise), selanjutnya hukum ini
dibagi dua yaitu hukum penggunaan (the low of use), dan hukum bukan penggunaan
(the low of diuse).
Hukum
penggunaan maksudnya, apanila latihan dilakukan secara berulang-ulang, maka
hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat, sebaliknya hukum bukan
penggugnaan adalah apanila latihan dihentikan (tidak digunakan) maka hubungan
antara stimulus dan espon akan semakin melemah pula.
Sebagai contoh yang dapat kita lihat pada seorang anak
didik yang rajin membaca dan mengulang-ulang pelajarannya, pada saat ulangan ia
dapat menjawab soal-soal dengan benar, sebaliknya seorang anak yang malas
belajar maka ketika ulangan ia sulit menjawab soal-soal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Psikologi adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mengkaji perilaku individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku yang
dimaksud adalah dalam pengertian yang luas sebagai manifestasi hidup yang
meliputi : motorik, kognitif, afektif dan konatif.
2. Dalam
pengkajian terhadap perilaku terdapat berbagai jenis pendekatan dalam
memberikan penjelasan mengenai apa, mengapa dan bagaimana perilaku individu.
Salah satu pendekatan utama yang dilakukan adalah pendekatan behavioristik.
3. Teori
belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
4.
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku
B. Saran-saran
Berdasarkan
pembahasan makalah ini maka perlu diadakan kajian lebih lanjut tentang teori
belajar behavioristik serta dapat menghubungkannya dengan pendidikan dalam
Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahnya, Jumanatul
Ali-Art, Bandung, 2005
Degeng,
I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:
Depdikbud
Gage,
N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition,
Chicago: Rand Mc. Nally]
Gagne,
E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston,
Toronto: Little, Brown and Company
Moll,
L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and
Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
M.Sukardjo, Ukim Komaruddin,
“Landasan Pendidikan Islam”, (Cet.III;Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010)
Santrock, John W, Psikologi Pendidikan
Cet. III, Jakarta: Kencana, 2010
Surya, Muhammad, H,
“Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran”, (Cet.III;Jakarta:Mahaputra Adidaya,
2003)
Sukardjo, M dan Ukim
Komaruddin, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya,Jakarta:Rajawali
Pers, 2010
Syah
Muhibbin, Psikologi Belajar Cet III, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2001
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
- Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
- Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
- Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
- ^ [Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology. Second Edition, Chicago: Rand Mc. Nally]
- Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
- Moll, L. C. (Ed.). 1994. Vygotsky and Education: Instructional Implications and Application of Sociohistorycal Psychology. Cambridge: Univerity Press
- Degeng, I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta: Depdikbud
- Gagne, E.D., (1985). The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Toronto: Little, Brown and Company
TEORI BEHAVIORISTIK DALAM PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
Mutu pendidikan selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak. Mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu pembelajaran. Sebenarnya banyak teori yang telah terbukti secara empiris dapat meningkatkan mutu pembelajaran. Salah satu di antaranya adalah teori behavioristik. Teori ini masih relevan dengan pembelajaran berbasis kompetensi. Pemahaman guru terhadap teori pembelajaran masih beragam sebahagian besar guru mengajar tidak berlandaskan teori belajar tertentu. Mereka mengajar yang penting tujuan tercapai dan pembelajaran dapat dinyatakan tuntas.
Berdasarkan hal tersebut, maka sangat tepat jika teori behavioristik dikenalkan kembali sehingga guru dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran. Permasalahannya adalah bagaimana konsep teori behavioristik dan aplikasinya dalam pembelajaran? Kata kunci: behavioristik dan aplikasinya.
B. Teori Behavisistik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
Teori behavioristik didukung oleh Thorndike, Watson, Edwin Guthrie, Clark Hull dan Skinner.
Menurut Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu ineraksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Teori Conditioning Edwin Guthrie dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner. Dalam teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya. Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
C. Aplikasi dalam Pembelajaran
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Teori belajar behavioristik dengan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Beberapa prinsip penerapan teori belajar ini adalah: (1) belajar itu berdasarkan keseluruhan; (2) anak yang belajar merupakan keseluruhan; (3) belajar berkat insight (4) belajar berkat insight; dan(5) belajar berdasarkan pengalaman.
Teori Gestalt menganggap bahwa keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta.
Prinsip anak yang belajar merupakan keseluruhan mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang ada dalam diri anak.
Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadi manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu.
C. Kesimpulan
Belajar menurut teori behavioristik merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Prinsip penerapan teori belajar ini adalah: (1) belajar itu berdasarkan keseluruhan; (2) Anak yang belajar merupakan keseluruhan; (3) Belajar berkat insight (4) Belajar berkat insight; dan (5) Belajar berdasarkan pengalaman.
Daftar Pustaka
Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Budiningshi, Asri.2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
A. Pendahuluan
Mutu pendidikan selalu menjadi sorotan dari berbagai pihak. Mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh mutu pembelajaran. Sebenarnya banyak teori yang telah terbukti secara empiris dapat meningkatkan mutu pembelajaran. Salah satu di antaranya adalah teori behavioristik. Teori ini masih relevan dengan pembelajaran berbasis kompetensi. Pemahaman guru terhadap teori pembelajaran masih beragam sebahagian besar guru mengajar tidak berlandaskan teori belajar tertentu. Mereka mengajar yang penting tujuan tercapai dan pembelajaran dapat dinyatakan tuntas.
Berdasarkan hal tersebut, maka sangat tepat jika teori behavioristik dikenalkan kembali sehingga guru dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran. Permasalahannya adalah bagaimana konsep teori behavioristik dan aplikasinya dalam pembelajaran? Kata kunci: behavioristik dan aplikasinya.
B. Teori Behavisistik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
Teori behavioristik didukung oleh Thorndike, Watson, Edwin Guthrie, Clark Hull dan Skinner.
Menurut Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu ineraksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Dari defenisi ini maka menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud kongkrit yaitu yang dapat diamati, atau tidak kongkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Teori Conditioning Edwin Guthrie dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, oleh sebab itu dalam kegiatan belajar perserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut.
Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku. Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner. Dalam teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
Teori behavioristik sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya. Namun kelebihan dari teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
C. Aplikasi dalam Pembelajaran
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Teori belajar behavioristik dengan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Beberapa prinsip penerapan teori belajar ini adalah: (1) belajar itu berdasarkan keseluruhan; (2) anak yang belajar merupakan keseluruhan; (3) belajar berkat insight (4) belajar berkat insight; dan(5) belajar berdasarkan pengalaman.
Teori Gestalt menganggap bahwa keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta.
Prinsip anak yang belajar merupakan keseluruhan mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang ada dalam diri anak.
Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadi manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu.
C. Kesimpulan
Belajar menurut teori behavioristik merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Prinsip penerapan teori belajar ini adalah: (1) belajar itu berdasarkan keseluruhan; (2) Anak yang belajar merupakan keseluruhan; (3) Belajar berkat insight (4) Belajar berkat insight; dan (5) Belajar berdasarkan pengalaman.
Daftar Pustaka
Asrori, Mohammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima.
Budiningshi, Asri.2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kelemahan Teori Behavioristik
a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar
Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.
a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar
Kelebihan Teori Behavioristik
Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflex.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda